Tidak Berhenti Menyerah Karena Kegagalan

Ada cerita tentang seorang gadis remaja yang bercita-cita ingin menjadi penari balet terkenal. Ia telah menghabiskan waktunya belajar menari sepanjang masa kecilnya. Satu hari ada guru balet terkemuka yang datang berkunjung ke kotanya. Ia pun pergi dan menemuinya.

"Aku ingin menjadi penari balet yang hebat tapi tidak tahu apakah bakat yang aku punya cukup mendukung," ia berkata. Si guru balet menjawab, "Menarilah di hadapanku". Setelah beberapa menit kemudian si guru menggeleng-gelengkan kepala dan berkata, "Kamu tidak punya bakat untuk menjadi penari balet yang handal".

Si gadis pergi pulang sambil menangis. Ia membuang semua perlengkapan baletnya dan tidak mau mengenakannya lagi. Selang tidak lama kemudian ia menikah, punya anak. Ketika anak-anaknya dewasa, ia bekerja sebagai penjaga kasir di toko dekat rumahnya.

Beberapa tahun berlalu dan satu hari ada pertunjukan balet di kotanya. Si gadis yang kini sudah menjadi ibu pergi bersama anak-anak dan suaminya. Setelah pertunjukan selesai tanpa sengaja ia bertemu dengan guru balet yang sama, yang saat itu sudah berusia delapan puluhan. Ia bercerita tentang kehidupannya sambil menunjukan foto anak-anaknya dan bercerita tentang pekerjaannya sebagai penjaga toko. Kemudian ia bertanya, "Hanya satu yang selama ini mengganggu. Bagaimana mungkin engkau berkata kalau aku tidak mempunyai bakat menjadi penari balet yang hebat?"

"Oh, saat itu aku sedang memikirkan hal lain. Aku tidak memperhatikan kamu menari. Itu juga yang aku katakan pada semua yang datang", si guru menjawab.

"Tapi...tapi...ini tidak bisa diterima! Sama sekali tidak masuk akal. Seandainya aku tahu itu aku tetap bisa menjadi penari balet!" ia pun menangis tersedu-sedu.

Kebanyakan dari kita mudah menyerah ketika dihadapkan pada kesulitan atau kegagalan. Pertanyaannya, kenapa semudah itu kita menyerah? Intinya bukan kegagalan itu sendiri yang kita takutkan, melainkan emosi dan perasaan yang menyertai kegagalan itu yang ingin kita hindari.

Barangkali kita merasa bodoh kalau gagal, merasa malu, merasa tidak diterima, merasa putus asa. Kita cenderung menghindari perasaan yang tidak mengenakkan tetapi akibatnya kita membatasi diri sendiri untuk melangkah maju.

Padahal sewaktu kita bayi, kita tidak pernah berhenti belajar berjalan. Pastinya kita jatuh berulang kali. Dari mulai merangkak, menempel di tembok sampai akhirnya bisa berjalan. Kita jatuh tapi berdiri dan mencoba lagi. Tapi setelah kita dewasa kenapa kita cenderung malu kalau jatuh atau gagal? Pastinya karena ada anggapan bahwa kegagalan adalah sesuatu yang buruk. Artinya kita merasa gagal kalau kita berpikir bahwa kita gagal!

Jadi kegagalan sesungguhnya hanya merupakan ilusi. Ketakutan yang menjadi nyata karena adanya anggapan negatif. Coba kalau kita berpikir bahwa yang namanya kegagalan adalah usaha mencapai sukses - seperti bayi yang tidak berhenti belajar berjalan - pastinya kita juga tidak pernah berhenti mencoba dan mencari jalan baru di setiap usaha kita mencapai apa yang kita inginkan.

Di usia 65 Kolonel Sanders, pendiri KFC, hanya punya uang $99 dollar dan secarik resep ayam goreng. Ia menawarkan resepnya ke banyak orang untuk bekerja sama dengannya membuat restoran ayam goreng. Tebak berapa kali ia ditolak? 1009 kali. Sampai akhirnya satu seorang menyetujui gagasannya. Sekarang bayangkan bisnis KFC ada di 80 negara dan menghasilkan uang miliaran dollar setiap tahunnya.

Nah, kalau Anda merasa gagal karena menemui kesulitan dalam usaha Anda, mohon dipikirkan kembali. Barangkali Anda terlalu cepat mengambil kesimpulan. Mungkin Anda bisa mencoba cara lain. Kuncinya adalah tidak pernah berhenti berusaha dan selalu kreatif mencari ide baru bagi kesuksesan usaha Anda.

5 Prinsip Mengikis Kenegatifan

Kikislah sebelum membesar, Cegah sebelum datang

Diri kita diciptakan oleh Tuhan dengan potensi kebaikan (nurani) dan keburukan (ego).  Tugas kita yang kemudian dipandu oleh para nabi, orang-orang besar, dan para pemimpin yang baik adalah mengoptimalkan potensi kebaikan itu dan meminimalkan potensi keburukan.  Memang mengikis kenegatifan bukan perkara mudah.  Sulit malah.  Ia menyangkut mengenali dan mengendalikan ego  yang luar biasa cerdasnya.

Sulit, tapi harus dilakukan. Kenapa?  Karena bila tidak, kesulitannya akan makin besar.  Dan itu jelas membuat kita makin kecil saja di hadapan kenegatifan itu.  Maka akan datang saatnya ketika potensi kebaikan kita sekarat.  Maka di saat ini, kenekatan pun terjadi.  Kita nekat untuk benar-benar berniat jadi negatif.  Bila ini terjadi, perbedaan kita dengan iblis pun setipis hembusan nafas.

Sebelum itu terjadi, mengikis kenegatifan menjadi penting untuk dilakuan terus menerus.  Maka lakukan langkah-langkah yang tepat dengan takaran yang cukup.  Maka kenegatifan yang membelenggu kita seperti : malas, menunda, berbohong, merokok, berjudi, minuman keras, mencandu pornografi, narkotika, kemarahan, kesedihan berlebihan, kesombongan, korupsi, dan sebagainya akan terkikis.

Saya memilih lima langkah dalam hal ini:

1. Niat Teguh

Segala sesuatu dimulai dari niat bukan?  Dan segala tindakan letak nilainya ada pada niatnya.  Maka niatkanlah untuk terus mengikis kenegatifan diri.  Saya buat rumus niat teguh sebagai berikut :  Niat Teguh = Keinginan * Kesiapan untuk Belajar * Kesiapan hadapi masalah apapun.

Rumus niat teguh ini terdiri dari tiga hal tersebut.  Dan dihubungkan dengan tanda perkalian, bukan penambahan.  Maksudnya ketiga hal itu harus ada.  Bila salah satu tak ada (nilainya nol), karena rumusnya dikali, maka nilai niatnya otomatis nol juga.

2. Keputusan Detail dan Jelas

Niat harus ditingkatkan jadi keputusan detail dan jelas.  Tanpa ini, niat akan mengambang.  Keputusan detail ini diantaranya:
  • Kenegatifan apa yang akan dikikis?
  • Akan lakukan perubahan drastis (sekaligus berubah) atau gradual (bertahap)?
  • Daftar tindakan detail dan jelas.
  • Orang-orang negatif mana yang akan kita tinggalkan?
  • Situasi negatif mana yang menunjang terjadinya kenegatifan diri kita?
  • Peralatan penunjang kenegatifan mana yang akan kita buang?
  • Kapan semua hal itu akan dilakukan?
3. Melepas Kenikmatan Sekunder

Kenapa kita melakukan hal-hal negatif sampai hal-hal itu jadi kebiasaan?  Karena kita merasakan adanya kenikmatan.  Itulah kenikmatan sekunder.  Secara primer kita tahu itu salah dan negatif.  Tapi tindakan itu juga berikan kenikmatan.  Nah, karena kenikmatan ini lah maka kita melakukannya.  Maka sadari bahwa kenikmatan itu sekunder saja sifatnya.  Artinya, ada kenikmatan primernya.  Merokok itu nikmat.  Bila niat telah teguh untuk berhenti merokok, maka mulailah tidak menginginkan kenikmatan sekundernya.  Inginkan kenikmatan primer berhenti merokok.  Rasakan kenikmatan ketika anda berhasil tak tergoda untuk merokok.  Wuah, itu nikmat sekali lho… Kenikmatan yang berasal dari rasa kuasa atas diri anda sendiri.

4. Melakukan hal-hal positif

Tidak melakukan hal-hal negatif tidak cukup.  Biasanya tidak tahan lama.  Maka anda perlu lakukan hal-hal positif.  Untuk menggantikan kekosongan yang ditinggalkan oleh hal-hal negatif.  Beberapa waktu lalu, saya terlalu banyak nonton TV.  Untuk mengikisnya, saya lakukan langkah-langkahnya.  Saya berniat teguh.  Saya buat keputusan detail dan jelas.  Saya benci kenikmatan sekundernya.   Dan saya gantikan waktu nonton TV untuk lakukan hal-hal positif.  Main sepeda.  Membaca.  Tulis buku.  Main sama anak-anak. Dan sebagainya.

Ini berkaitan dengan syaraf di otak kita.  Sebuah pemutusan hubungan antara sel-sel syaraf akan permanen bila dibentuk hubungan baru.  Perselingkuhan akan benar-benar berakhir, bila selingkuh itu diakhiri dan dibangun hubungan sehat dan penuh cinta dengan pasangan (suami/istri) sah kita.  Bila hanya memutus perselingkuhan tanpa membangun hubungan sehat dan penuh cinta, maka akan terbentuk lagi hubungan selingkuh lagi.  Apakah dengan selingkuhan yang lama atau dengan yang baru.

5. Lakukan hal-hal Produktif

Langkah ini penting agar perubahan dan kebaikan kita konsisten.  Produktif beda dengan positif.  Produktif pasti positif.  Tapi positif belum tentu produktif.  Tiap pagi saya antar anak-anak ke sekolah.  Itu positif.  Tapi tak produktif.  Buat catatan di facebook positif.  Produktifkah? Pasti.  Maka prinsip ke lima ini penting.  Kemajuan berasal dari kegiatan produktif.  Tapi kegiatan produktif tak bisa kita lakukan bila kegiatan positifnya keteteran.

Semoga bermanfaat buat saya dan teman semua .... Amiiiinnn......